Rabu, 10 Februari 2010

Sudahkah peka itu ada?

Lama sekali produktivitas pikiranku tak tercurahkan di blog. Entah kenapa seakan mati ide, walau sejatinya ingin banyak yang tercurahkan. Jujur setelah melihat teman2 yang produktif menulis membuatku terpacu mengawali kembali mengeluarkan letupan2 ide.

Hari ini, aku ingin mengawali berceloteh tentang “KEPEKAAN”. Terinspirasi dari status temen d FB, jangan merasa pintar tapi pintarlah merasa. Singkat, padat dan sarat makna. Pernyataan yang cukup menohok bagiku. Bukan karena aku merasa pintar. Untuk masalah itu aku selalu berfikir masih bodoh. Swajarnya kita memang harus senantiasa merasa bodoh dan tidak puas terhadap ilmu yang sudah kita timba agar kehausan terhadap ilmu akan senantiasa ada. Tapi, statement PINTARLAH MERASA…yang cukup menukik nurani. Aku yang cukup tidak peka, cuek dan kadang masa bodoh merasa terbelalak membacanya. Dari mata naik ke otak kemudian mengalir ke akal yang bermuara ke hati. Aku berfikir, peka itu sebenarnya bukan sesuatu yang sulit ketika kita mau membuka semua panca indra kita dan terpenting hati. Rangsangan yang sebenarnya menguji kepekaan kita sebenarnya tercecer dimana-mana. Tapi kita seakan menutup pintu kepekaan kita sendiri. Kita yang sering memikirkan tentang kita sendiri tanpa sedikit mencurahkan ni’matnya waktu terhadap urusan saudara kita yang butuh kita.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman pada hari Qiyamat : "Wahai anak Adam, Aku sakit namun kamu tidak menjenguk Ku". Ia berkata : "Wahai Tuhan saya, bagaimana saya menjenguk Mu sedang Engkau adalah Tuhan semesta alam ?". Dia berfirman : "Tidakkah kamu mengetahui bahwa hambaKu Fulan sakit, namun kamu tidak menjenguknya ?, Tidakkah kamu mengetahui, seandainya kamu menjenguknya niscaya kamu mendapati Aku di sisi nya. Wahai anak Adam Aku minta makan kepadamu namun kamu tidak memberi makan kepadaKu". Ia berkata : "Wahai Tuhan saya, bagaimanakah saya memberi makan kepadaMu, sedangkan Engkau Tuhan semesta alam ?". Allah berfirman : "Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya hambaKu si Fulan minta makan kepadamu, tetapi kamu tidaklah memberi makan kepadanya ? Apakah kamu tidak mengetahui bahwasanya seandainya kamu memberi makan kepadanya, niscaya kamu mendapatkannya di sisi Ku ? Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberi minum kepada Ku". Ia berkata : "Bagaimanakah saya memberi minum kepada Mu sedang kamu adalah Tuhan alam semesta ?". Allah berfirman : "Hamba Ku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya minum, niscaya kamu mendapatinya di sisi Ku". (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.(Riwayat Bukhori dan Muslim). Peka itu muaranya pada (mahabbah) kasih sayang. Ketika kita sudah bisa menyayangi saudara kita seperti kita menyayangi diri kita sendiri, barulah kita termasuk orang yang beriman. Maka dari itu, sudahkah kita dikatakan beriman jika kita belum peka terhadap saudara kita?