Senin, 28 Juli 2008

GHIBAH???BOLEH AJA ASAL>>>

BEBERAPA PENGECUALIAN DIBOLEHKANNYA GHIBBAH

1. Orang yang dizhalimi. Dibolehkan bagi orang yang dizhalimi untuk mengadukan orang yang menzhaliminya kepada penguasa/hakim berdasarkan firman ALLAH SWT:

“ALLAH tidak menyukai perkataan yang buruk kecuali bagi orang yang dizhalimi.” (QS 4/148)


2. Meminta tolong untuk menghentikan kemunkaran. Menghentikan orang yang bermaksiat dengan mengadukannya kepada orang yang mampu menghentikannya, berdasarkan hadits:

“Barangsiapa melihat kemunkaran maka hendaklah diubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lidahnya dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, tetapi itu adalah selemah-lemah iman.” (HR Muslim 49, Abu Daud 1140, Tirmidzi 2173, an-Nasai 8/111, Ibnu Majah 4013)

3. Meminta fatwa.

Dibolehkan seseorang bertanya kepada mufti misalnya: Ayahku/saudaraku/temanku telah menzhalimi aku, apakah benar demikian? Bagaimana cara mengatasaniya? Berkata istri abu Sufyan pada nabi SAW:

Wahai rasuluLLAH, sesungguhnya abu Sufyan itu lelaki yang pelit, sehingga ia tidak pernah memberiku sesuai kebutuhanku dan anak-anakku, kecuali jika aku mengambil darinya tanpa sepengetahuannya, apakah dibolehkan yang demikian? Jawab nabi SAW: “Boleh engkau ambil sesuai kebutuhanmu dan anak-anakmu secara ma’ruf (tidak berlebihan).” (HR Bukhari 9/444-445, Muslim 1714)

4. Meng-ghibbah Pendosa Terang-terangan. Seperti peminum minuman keras di depan orang banyak, pelaku korupsi yang sudah ketahuan/diketahui banyak orang, dan lain-lain. Berdasarkan hadits:

“Sesungguhnya dosa-dosa ummatku itu termaafkan, kecuali bagi pelaku dosa terang-terangan. Seperti orang yang melakukan sesuatu di waktu malam yang sudah ditutupi oleh ALLAH SWT, maka paginya ia berkata : Hei Fulan, semalam aku melakukan ini dan itu. Padahal ALLAH SWT sudah menutupinya lalu dibukanya perlindungan ALLAH itu.”

5. Mengenal. Seperti menyebut gelarnya yang dikenal luas oleh semua orang (walaupun gelar itu artinya buruk), seperti gelar-gelar sahabat dan tabi’in Mush’ab (yang menyulitkan) Hanzhalah (pahit), al-A’masy (si Rabun), dan sebagainya.

6. Memperingatkan kaum Muslimin:

a. Mengungkapkan cela seorang perawi dalam hadits, diwajibkan demi terjaganya hadits nabi SAW. Dalilnya di masa nabi SAW pernah ada seorang yang menyampaikan tentang seseorang yang minta izin (untuk tidak ikut peperangan) pada nabi SAW, maka kata nabi SAW:

“Izinkanlah ia, ia adalah sejelek-jelek saudara bagi keluarganya.” (HR Bukhari 10/393, Muslim 2591)

b. Jika orang meminta pendapat kita tentang seseorang untuk bergaul dengannya atau berdagang dengannya, dan sebagainya, maka wajib bagi kita untuk menyampaikan supaya orang itu dapat bergaul dengan benar dan tidak tertipu. Dalilnya bahwa Fathimah binti Qais ra pernah menemui nabi SAW untuk meminta pendapatnya tentang lamaran yang diterimanya dari Mu’awiyah dan abu Jahm, maka kata nabi SAW:

“Adapun Mu’awiyah maka orangnya miskin sama sekali tidak punya harta, adapun abu Jahm tidak pernah melepaskan pecut dari tengkuknya (suka memukul).” (HR Muslim 1480, Thabrani 2/580, Syafi’i dalam ar-Risalah/856)

c. Seorang yang diketahui alim atau faqih dan diragukan bahwa ia adalah ahli bid’ah atau fasiq, sehingga orang mengambil ilmu darinya dan belajar kepadanya, maka wajib kita menasihatinya dan jika ia tidak mau meninggalkan bid’ahnya maka wajib diberitahukan pada orang-orang.

d. Seorang yang memegang kekuasaan dan menyimpang, maka wajib disampaikan penyimpangannya kepada orang yang mengangkatnya, agar mengetahui perihalnya.

e. Kesemua hal ini untuk hal-hal yang jelas-jelas disepakati sebagai penyimpangan, bid’ah dan kejahatan, dan sama sekali bukan pada hal-hal yang merupakan bagian ikhtilaf (yang masih diperselisihkan) oleh para ulama dalam Islam. Adapun mencaci-maki hal-hal yang merupakan ikhtilaf, atau mencari-cari kesalahan orang lain, atau memberikan penafsiran yang buruk atas para ulama, mujahid Islam dan orang-orang yang dikenal tsiqah dan jasa-jasa serta perjuangannya dalam Islam, maka yang demikian itu merupakan perbuatan fasik dan sama sekali bukan dari akhlaq Islam. Kita berlindung pada ALLAH SWT dari yang demikian…