Kamis, 29 Juli 2010

HIDUP ITU MEMANG PILIHAN


Pilihanmu, Membanggakanku...


Siang itu cukup terik ku rasa...sang surya menyentuh kulit dengan hangatnya. Ku kuatkan ragaku meski rasanya lemah, letih. Namun cinta-Nya membuatku semakin kuat menjalani aktivitas siang itu. Sebelum menuju tempat tujuan, aku pun menjemput saudariku terlebih dulu. Jupphy yang siap siaga mengantarkanku kemana saja tampak sehat setelah ku periksakan. Siang itu, desa tampak sunyi senyap, hanya desiran angin yang menyapaku sepanjang perjalanan menuju rumah saudariku itu. Alhamdulillah, dia sudah menantiku, mungkin sudah lama. Dan akupun mengucap maaf atas penantiannya terhadapku. Senyum yang tersungging diwajahnya membuatku semakin nyaman, tenang. Itulah saudara (bisikku dlm hati), meski kita berbuat cela terhadapnya, dia akan senantiasa membalas dengan cinta. Akhirnya aku pun membuka pembicaraan sembari menaiki jupphy...

Aku: "Dik, dari mana kok rapi amat?"
Dia: "Dari rumah mbakku mbak, Ibu masih disana, aku balik duluan, tadi nengok keponakan".
Aku: "Oooh. . .

Akupun mengalihkan pambicaraan ke hal yang lain. Entah kenapa setiap bertemu dengannya hatiku membuncahkan rasa ingin tahu akan kabar seseorang. Namun tidak serta merta aku langsung menanyakan sosok itu. Akupun sedikit berkelit dulu dengan alasan ketidakhadirannya rapat semalam. Alasannya pun sudah bisa ku tebak. Sosok itulah yang menahannya datang. Aku pun mengeluarkan komentar-komentar tentang sosok itu. Dia pun sepertinya paham kemana arah pembicaran kita. Akhirnya dengan nada suara yang cukup lirih dia melontarkan sebuah kabar yang membuatku bangga. "Mbak, insya Allah ba'da lebaran kami meresmikan hubungan kami,dia butuh saya dan saya butuh dia, dan supaya fitnah itu tidak semakin menjadi"katanya. Akupun sedikit terkejut dan melafadzkan hamdalah didalam hati. Kutepuk pahanya, menyelamatinya, meyakinkannya bahwa itu adalah pilihan yang terbaik. Dia pun sedikit sungkan sebenarnya karena melangkahiku. Kami hanya terpaut 5 bulan sebenarnya, tapi aku sudah dianggapnya kakak sendiri. Aku pun tidak menyangka bahwa dia akan mengambil keputusan itu. Karena sebenarnya asa menikmati pendidikannya masih tinggi. Akupun menanyakan siapakah penyemangatmu memutuskan hal yang luar biasa ini. Dia pun menjawab, kamu mbak. Subhanallah, ku kira sosok lain yang membuatnya membulatkan tekad sucinya itu.. Aku pun bangga padanya. Meskipun mungkin dia mengorbankan banyak hal, namun aku yakin inil adalah keputusan terbijak, terbaik...
Akhirnya penantian sosok itu sudah sampai di batas waktu itu...
Adikku, semoga engkau jadi istri yang shoikhah untuk suamimu...
dan semoga kalian menjadi pengantin dunia akhirat.amin

Rabu, 10 Februari 2010

Sudahkah peka itu ada?

Lama sekali produktivitas pikiranku tak tercurahkan di blog. Entah kenapa seakan mati ide, walau sejatinya ingin banyak yang tercurahkan. Jujur setelah melihat teman2 yang produktif menulis membuatku terpacu mengawali kembali mengeluarkan letupan2 ide.

Hari ini, aku ingin mengawali berceloteh tentang “KEPEKAAN”. Terinspirasi dari status temen d FB, jangan merasa pintar tapi pintarlah merasa. Singkat, padat dan sarat makna. Pernyataan yang cukup menohok bagiku. Bukan karena aku merasa pintar. Untuk masalah itu aku selalu berfikir masih bodoh. Swajarnya kita memang harus senantiasa merasa bodoh dan tidak puas terhadap ilmu yang sudah kita timba agar kehausan terhadap ilmu akan senantiasa ada. Tapi, statement PINTARLAH MERASA…yang cukup menukik nurani. Aku yang cukup tidak peka, cuek dan kadang masa bodoh merasa terbelalak membacanya. Dari mata naik ke otak kemudian mengalir ke akal yang bermuara ke hati. Aku berfikir, peka itu sebenarnya bukan sesuatu yang sulit ketika kita mau membuka semua panca indra kita dan terpenting hati. Rangsangan yang sebenarnya menguji kepekaan kita sebenarnya tercecer dimana-mana. Tapi kita seakan menutup pintu kepekaan kita sendiri. Kita yang sering memikirkan tentang kita sendiri tanpa sedikit mencurahkan ni’matnya waktu terhadap urusan saudara kita yang butuh kita.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman pada hari Qiyamat : "Wahai anak Adam, Aku sakit namun kamu tidak menjenguk Ku". Ia berkata : "Wahai Tuhan saya, bagaimana saya menjenguk Mu sedang Engkau adalah Tuhan semesta alam ?". Dia berfirman : "Tidakkah kamu mengetahui bahwa hambaKu Fulan sakit, namun kamu tidak menjenguknya ?, Tidakkah kamu mengetahui, seandainya kamu menjenguknya niscaya kamu mendapati Aku di sisi nya. Wahai anak Adam Aku minta makan kepadamu namun kamu tidak memberi makan kepadaKu". Ia berkata : "Wahai Tuhan saya, bagaimanakah saya memberi makan kepadaMu, sedangkan Engkau Tuhan semesta alam ?". Allah berfirman : "Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya hambaKu si Fulan minta makan kepadamu, tetapi kamu tidaklah memberi makan kepadanya ? Apakah kamu tidak mengetahui bahwasanya seandainya kamu memberi makan kepadanya, niscaya kamu mendapatkannya di sisi Ku ? Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberi minum kepada Ku". Ia berkata : "Bagaimanakah saya memberi minum kepada Mu sedang kamu adalah Tuhan alam semesta ?". Allah berfirman : "Hamba Ku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya minum, niscaya kamu mendapatinya di sisi Ku". (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.(Riwayat Bukhori dan Muslim). Peka itu muaranya pada (mahabbah) kasih sayang. Ketika kita sudah bisa menyayangi saudara kita seperti kita menyayangi diri kita sendiri, barulah kita termasuk orang yang beriman. Maka dari itu, sudahkah kita dikatakan beriman jika kita belum peka terhadap saudara kita?